Jumat, 29 Mei 2015

Review Novel The Wind Leading to Love




Judul: The Wind Leading to Love
Penulis: Yuki Ibuki
Penerbit: Penerbit Haru
Halaman: 342 halaman
Terbitan: Maret 2015




Rasa sakit itu merupakan bukti kalau kita masih hidup.

Suga Tetsuji depresi. Menuruti saran dokter, dia mengasingkan diri di sebuah kota pesisir, di sebuah rumah peninggalan ibunya. Namun, yang menantinya bukanlah ketenangan, tapi seorang wanita yang banyak omong dan suka ikut campur bernama Fukui Kimiko.

Fukui Kimiko kehilangan anak dan suaminya, dan menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kematian mereka berdua. Dia menganggap dirinya tidak pantas untuk berbahagia.

Setelah menyelamatkan Tetsuji yang nyaris tenggelam, Kimiko menawarkan bantuan pada pria itu untuk membereskan rumah peninggalan ibunya agar layak jual. Sebagai gantinya, wanita itu meminta Tetsuji mengajarinya musik klasik, dunia yang disukai anaknya.

Mereka berdua semakin dekat, tapi...
***


The Wind Leading to Love. Novel fiksi dewasa yang pertama saya baca dalam bentuk cetak. Begitu ulangan kenaikan kelas selesai, saya langsung menyentuh novel ini dan membukanya. Dilihat dari cover, sangat mewakili dengan setting yang ada dalam cerita. Sebuah kota yang digunakan untuk Suga Tetsuji mengasingkan diri, gambaran laut dengan pemecah ombak, dan beberapa kepingan CD musik klasik yang menghubungan kedua tokoh utama.

Dan penokohannya tersampaikan sekali. Fukui Kimiko yang banyak omong dan Suga Tetsuji yang pendiam dan terkesan acuh tak acuh. Terkadang saya merasa kesal dengan Tetsuji, dia mudah sekali membuang barang-barang yang menurutnya tidak penting. Padahal kan, itu bernilai tinggi. Juga pendeskripsian setting yang sangat bagus.

Terkadang saya sedikit bosan dengan alurnya. Peningkatan cerita yang lambat. Peng-awalan kisah mereka yang menampilkan sisi sebenarnya dari kehidupan, mengesankan seperti tak ada cinta yang mulai tumbuh, padahal, sebenarnya memang dari kebersamaan merekalah yang mempengaruhi perasaan mereka. Tidak tergesa-gesa. Jadi, lambat namun menghanyutkan.

Sudut pandang yang seimbang, mengisahkan kedua tokoh secara adil juga menyampaikan masalalu-masalalu yang pernah mereka alami.

Kalau endingnya, saya tidak pernah membayangkan suatu ending dari sebuah novel. Kecuali novel itu terkesan klise, maka saya akan menebaknya. Namun, ending dalam novel ini, saya tidak menebaknya. Setelah 331 halaman saya baca, ending novel ini  menyampaikan pesan dari kehidupan.



Untuk kekurangan, tidak ada yang benar-benar fatal. Hanya saja ada beberapa typo. Seperti pada halaman 136 dan 137 yang menuliskan tanda “~”. Juga di halaman 330 yang seharunya “Melihat”, jadi “Mellihat”.

Cerita dalam novel ini hangat. Tapi yang namanya kategori fiksi dewasa, tidak disarankan untuk anak dibawah umur ya. *padahal umurku aja masih 15th-_-. Maafkan aku Ya Tuhan..*. Dan jujur saja, saya ikut malu saat membaca adegan dari halaman 143-148. Dan ketika membaca novel ini, saya mengikuti saran Tetsuji dalam menikmati music klasik. Saya langsung membuka list music klasik dan langsung mendengarkannya. Dasar anak labil, mudah terpengaruh oleh novel.



“Hidup yang selalu minta maaf itu tidak baik, kan? Padahal kau tidak melakukan kesalahan sedikitpun. …” – halaman 120
 

Sebenarnya saya belum cukup layak memberi nilai untuk sebuah novel. Tapi, nilai 4 dari 5, tidak terlalu merendakan kan? Saya suka novel ini. Terimakasih Penerbit Haru yang sudah mengadakan give-away novel ini. Ah, satu lagi.. Saya suka judul awal novel The Wind Leading to Love, yaitu Late Summer Traviata.



Star: 4/5

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar