Senin, 27 April 2015

Hello No.PG 14


Poster GSC

Huh, nggak kerasa GSC (Gebyar Smansawara Competition) yang diadakan sekolahku, SMAN 1 Way Jepara udah lewat beberapa bulan yang lalu. Lomba yang diadakan sangat banyak, termasuk pertandingan basket. dan pastinya ada basket putri.

Aku masih inget, waktu hari H nya, aku lomba. dan aku juga baru kelas 10, jadinya itu pertama kali lomba basket. Sumpah! rasanya tuh jantung nggak bisa diajak kompromi. Dia bedetak lebih kencang dari biasanya. Bikin tangan dingin, bahkan seluruh tubuh semua juga ikut dingin.



Sebelum lomba, timku pemanasan dulu, trus latihan biasa seperti lay-up, oper bola.. ya kayak latihan biasa.


Center lawan memenangkan bola sewaktu Jump Ball


Trus, waktu pertandingan dimulai, tiba-tiba semuanya hilang. Maksudnya rasa gugupnya..
Mana disekeliling lapangan banyak banget yang nonton. Hampir sekeliling lapangan dipenuhi sama anak SMAN1 Way Jepara. Tapi, kalau pertandingan sudah jalan, ya lupa deh sama sekeliling. Lari, ya, lari. Deffen, ya, deffen. Mau jatuh ngguling dilapangan pun rasanya biasa aja, karena ada sesuatu yang harus dijaga dan diserang. yaitu RING!

Jujur, timku memang sedikit susah untuk latihan dihari biasa, jadinya jangan heran kalau kalah. karena kalaupun ada yang latihan, paling ya cuma satu atau dua anak.

Ya, kita kalah waktu itu. Tapi gapapa. tetap dijadikan pelajaran dan pengalaman, juga untuk nambah mental tuh. Biar kalo tanding lagi gak nervous. Satu lagi, juga buat nambah fisik, karena aku waktu itu main 4 quarter nggak ganti-ganti. hahaha:)

Aku sewaktu mendapatkan free throw (lemparan bebas)
Aku sewaktu shot free throw

Senin, 20 April 2015

Buang Kata “TERLALU” dan “TERLAMBAT”

Ketika kita berhenti membatasi potensi sendiri, setiap hari akan membawa keberuntungan. Bagaikan sepucuk wesel yang tiba-tiba terkirim ke pos surat.
***
Waktu saya masih seorang gadis kecil, saya begitu bangga saat menerima satu lambang kesuksesan sebagai murid balet: sebuah tutu atau rok jaring warna merah muda. Saya memakainya dengan bangga. Sampai, suatu Sabtu pagi, saya melihat bayangan saya di depan kaca yang mengelilingi ruangan tari di sekolah dansa Myldred Lyons. “Lupakanlah tutu itu”, saya berkata pada diri sendiri. “Engkau terlalu gemuk.”

Sekarang baru saya sadari bahwa saya menggunakan satu kata yang salah. Tidak ada yang salah dengan tutu itu. Yang patut dilupakan adalah kata “terlalu” yang biasanya digunakan untuk siapa saja. contohnya pernyataan seperti, “saya terlalu gemuk.” “saya terlalu bodoh,” “saya punya terlalu banyak barang,” “saya punya terlalu sedikit uang kontan,” atau “mungkin saya bisa melakukan........ (isilah tempat yang kodong) tetapi sekarang saya sudah terlambat.”

Jika anda sering mengucapkan “terlalu”, lepaskanlah! Jika anda punya banyak kata terlalu, buang semua! Satu-satunya maksud dari kata ‘terlalu’ adalah untuk menambah rasa sakit pada si pemakai kata itu sendiri. Jika pernyataan yang getir tersebut tidak menggunakan kata terlalu, itu sudah dapat menjadi titik awal dari satu perubahan. Dan bukannya menjadikan alasan untuk merasa perlu dikasihani.

Misalnya, “saya gemuk.” Baiklah. Itu pernyataan yang benar. Apakah kita ingin menerima tubuh sebagaimana adanya, memusatkan perhatian pada diri sendiri, dan menyenangi tubuh yang besar itu? Atau kita ingin membuat perubahan dari dalam maupun dari luar yang dapat membuat kehidupan dengan tubuh yang lebih langsing menjadi sesuatu yang realistis dan menyenangkan? Begitu kita menghapus kata “terlalu,” pilihannya ada pada diri kita.

Atau pertimbangkan perkataan, “sudah terlambat.” Sebenarnya tidak terlalu terlambat untuk belajar tarian salsa, menabung untuk liburan ke Bali, atau memasang iklan di kolom jodoh! Jika kita tidak menggunakan kata “terlambat,” kita dapat melihat kenyataan bahwa beberapa waktu telah lewat sejak pertama kali kita punya ide/keinginan tersebut. Namun jika kita dari sekarang memulai prosesnya, kita tidak akan kehilangan waktu lagi.

Perhatikanlah untuk tidak menggunakan kata “terlambat” lagi. Perkataan ini menggambarkan pola penyangkalan diri yang tidak akan menjadikan diri kita lebih baik. Juga berhati-hatilah untuk tidak menggunakan kata “terlalu” terhadap orang di sekitar kita. Khusunya, mereka yang selalu meminta petunjuk dan keyakinan dari kita, seperti pegawai, mahasiswa, atau anak-anak.

Jika kita berhenti membatasi potensi yang kita miliki, hari-hari akan membawa makna yang berarti. Kata “terlalu” dan “terlambat” adalah sebuah pembatas hidup yang utama. Carilah cara yang dapat membaut situasi dan keadaan berkembang tanpa dua kata tersebut. Dengan demikian, kita dapat bebas menemukan jalan alternatif, kejutan yang menyenangkan, atau bakat yang tersembunyi.

Diambil dari buku Bahagia dalam Kesibukan-Victoria Moran. Penerbit Erlangga

Sabtu, 18 April 2015

[CERPEN] 5 Detik Bersamamu

Karya: Hafifah Azahra
Kategori: Remaja



“Hey, Boy!” Aku mengagetkan Zen yang terlihat duduk sambil menatap sesuatu, tetapi tatapannya itu terlihat tanpa tujuan. “Ngelamun aja dari tadi. Mikirin apa sih?”
“Eh, Lovia.” Zen tersadar dari lamunannya. “Nggak, kok. Nggak mikirin apa-apa. Cuma, lagi ada sesuatu yang melintas di pikiran gue.”
Aku melengos. “Yaelah. Itu mah sama aja kalo lo lagi mikir. Gimana, sih?
Zen hanya terkekeh. Aku pun ikut tersenyum.
“Oh, iya. Kan, besok ada acara tuker kado acak, nih, di kelas kita. Kira-kira lo mau ngado apa?” tanyaku pada Zen. Di kelas kami setiap pergantian semester pasti akan mengadakan tukar kado. Namun, kado itu ditukar secara acak. Jadi, kado yang sudah dibungkus tanpa nama atau clue apapun di dalamnya, akan dikumpul ke depan. Anak yang dipanggil bergilir bebas memilih kado yang ada di depan.
“Rahasia, dong. Sesuai perjanjian, nggak boleh ngasih tau clue apa-apa.”

Selasa, 14 April 2015

Kapan Saya Tahu Segalanya Sudah Cukup?

Bagaimana Anda tahu Anda sudah merasa cukup? Ketika Anda benar-benar siap untuk mematahkan segala keyakinan lama Anda.

Sebuah cerita yang saya dengar 10 tahun lalu di New York, akan lebih memperjelas maksud perkataan saya. Saat itu, saya sedang menanti kereta bawah tanah. Lalu saya melihat seorang pria berusia 45 tahun terus berteriak ‘bertobatlah, bertobatlah’ sambil menceritakan sebuah kisah pada orang-orang yang sedang menanti kereta bawah tanah. Saya dan orang-orang di sekitar saya menertawai orang tersebut, sebelum akhinya saya sadar bahwa saya sebenarnya sedang memerhatikannya.

Yang menarik perhatian saya saat itu adalah cerita berikut ini. Seorang pria, bingung akan arah tujuan hidupnya, bertanya pada seorang ahli agama timur kuno, “Kapan saya akan mengerti arti hikmat yang sesungguhnya? Kapan saya akan mengerti mengapa kita berada di bumi?”

Senin, 13 April 2015

ANTOLOGI CERITA MINI

1. YES, I DO

YES, I DO (KODE BUKU: DO)

HARGA: Rp43.000 (umum); Rp36.000 (kontributor)
PEMESANAN: SMS 085659314144
(sertakan nama, kode buku, jumlah buku, alamat lengkap, dan kode pos)

Penulis
Farhan Hadiantoro, dkk

Penyunting
Tim Ellunar Publisher

Penata Letak dan Perancang Sampul
Hanung Norenza Putra

Bandung; Ellunar, 2015
v + 169hlm., 14.8 x 21 cm
ISBN 978-602-72139-5-1



Sinopsis
    Ada yang bilang bahwa masa remaja itu menyenangkan. Karena pada masa itulah biasanya orang mengalami jatuh cinta untuk pertama kalinya. Tapi kenyataannya, tidak semua jatuh cinta yang pertama itu menyenangkan.
   Salah satu temanku, Desta, adalah salah satu dari sekian banyak orang yang pernah merasakan rumitnya jatuh cinta pertama. Dia adalah tipe orang yang mudah jatuh cinta. Bahkan, dengan cewek yang baru pertama kali dia lihat atau istilahnya jatuh cinta pada pandangan pertama. Hal ini pernah aku buktikan sendiri ketika dia aku traktir siomay, dan dia tidak mau aku ajak pulang karena terpesona dengan mbak-mbak penjual siomay


Menciptakan Hidup Bahagia

"Anak kecil lebih mudah belajar menulis bila menggunakan pensil besar. Demikian pula dengan kita. Lebih mudah menciptakan hidup bahagia jika kita memiliki impian yang besar."
***

Dalam dongeng, tokoh yang beruntung dan disenangi selalu ditampilkan sebagai lawan dari tokoh yang terkutuk dan dibenci. Dewasa ini, kita masih cenderung percaya akan adanya orang yang beruntung dan terkutuk. Kita sering percaya pada kutukan, contohnya kita sering mengatakan, “Tidak heran kalau akhirnya begitu....”, atau, “saya sudah tahu itu tidak mungkin terjadi.” Kita juga percaya bahwa hidup bahagia itu seperti takdir, misalnya saat kita lihat orang lain sukses dalam karir, pindah ke apartemen baru dengan pemandangan indah, dan kemudian menikah dengan pria yang gagah bak Sir Lancelot, sang pahlawan meja bundar dalam legenda Raja Arthur. Keberuntungan orang lain kadang membuat kita percaya bahwa beberapa orang memang memiliki dewa pelindung yang melindungi mereka sepanjang waktu. Sedangkan dewa pelindung kita sendiri telah mengambil pensiun dini.