Jumat, 29 Mei 2015

Review Novel The Wind Leading to Love




Judul: The Wind Leading to Love
Penulis: Yuki Ibuki
Penerbit: Penerbit Haru
Halaman: 342 halaman
Terbitan: Maret 2015




Rasa sakit itu merupakan bukti kalau kita masih hidup.

Suga Tetsuji depresi. Menuruti saran dokter, dia mengasingkan diri di sebuah kota pesisir, di sebuah rumah peninggalan ibunya. Namun, yang menantinya bukanlah ketenangan, tapi seorang wanita yang banyak omong dan suka ikut campur bernama Fukui Kimiko.

Fukui Kimiko kehilangan anak dan suaminya, dan menyalahkan dirinya sendiri sebagai penyebab kematian mereka berdua. Dia menganggap dirinya tidak pantas untuk berbahagia.

Setelah menyelamatkan Tetsuji yang nyaris tenggelam, Kimiko menawarkan bantuan pada pria itu untuk membereskan rumah peninggalan ibunya agar layak jual. Sebagai gantinya, wanita itu meminta Tetsuji mengajarinya musik klasik, dunia yang disukai anaknya.

Mereka berdua semakin dekat, tapi...

Rabu, 27 Mei 2015

Menyukai Orang yang Sudah Punya Pacar itu HAK

Suka sama seseorang tapi orang itu suka sama orang lain? atau dia sudah punya pacar? sakit nggak tuh? terus, apa kita harus berhenti nyukain dia karena dia sudah punya pacar?

Kalau untuk kasusku, memang sama dengan kasus di atas. masalah itu memang sering terjadi. hingga menjadi masalah klise namun tetap berlangsung. mungkin, sampai dunia berakhir, kejadian klise itu masih saja tetap ada.

Dia, orang yang kusuka, sudah punya pacar. berambut panjang, berhidung mancung, mata yang bagus. kontras banget sama aku yang berhidung pesek, hitam, hidup lagi. tapi aku punya mata yang lumayan menarik kok. dia sendiri pernah bilang ke aku (cieeeee).

Lalu, setelah dia punya pacar, apakah aku harus ngelupain dia? itu hak aku, dong. terserah aku mau ngelupain dia atau enggak. ya, walaupun lebih baik ngelupain, tapi enggak ada salahnya menikmati perasaan nyeri saat dia berdua dengan dia *Tjiehh

Jujur, resiko yang dirasakan saat menyukai orang yang sudah punya pacar itu memang berat. apalagi jika orang yang disuka, menunjukan kemesraannya dengan si pacar. dan ketika si pacar tahu kalau aku suka sama laki-nya, aku dilabrak *LHO?

Tapi aku tetap menyukai dia kok. aku menikmati sensasi bahagia sewaktu dia di dekatku, atau ketika pandanganku dan dia bertemu secara tak sengaja.

Harusnya aku mikir, dia kan udah punya pacar, terus ngapa aku masih nyukain dia? Entah kenapa, aku enggak keberatan kalau dia punya pacar. enggak keberatan sama sekali. itu adalah hak dia, karena dia bukan siapa-siapa aku.

Aku punya prinsip: silakan saja jika dia ingin pacaran dengan siapapun. toh, ini masih masa SMA. perjalanan masih panjang, dan enggak mungkin dia bertahan sampai nanti sama cewek yang sekarang dia pacarin (walaupun ada pasangan yang berpacaran dari SMA dan menikah ketika mereka sudah dewasa)

Ingat, masih masa SMA. dan bisa saja perasaanku juga berubah seiring berjalannya waktu.

Jadi, menyukai seseorang yang sudah punya pacar itu adalah hak masing-masing. Resiko tetap ada. Dan waktu tetap berjalan.

Postingan ini cukup enggak jelas ya.. Tapi semoga bisa dipahami:) hehe

Selasa, 19 Mei 2015

[Cermin] TIME

Aku mau post sebuah cerita mini (cermin) yang kemarin nggak lolos lomba. Dari ketiga naskah, hanya ini yang nggak lolos.
Happy Reading :)
***


"Astaga. Semoga Tuhan menerima di sisi-Nya.”

“Siapa yang meninggal, Mom?” tanyaku saat aku mendengar Mom mengucapkan kalimat yang baru keluar dari mulutnya.

Mom langsung menutup telfon dan menatapku dengan ekspresi terkejut.

“Mom?” tegurku, karena Mom tidak menjawab-jawab dan hanya terdiam.

“Masha, kau harus bersabar, nak. Teman kecilmu, Fando, meninggal.”

Butuh waktu lama untukku memahami informasi dari Mom. Aku mengulang ucapan Mom berkali-kali, Fando.. Meninggal. Dan saat aku otakku sudah mulai paham, kepalaku terasa berputar berkali-kali, dadaku terasa sesak. Dan semuanya gelap.
***

Angin musim dingin menerpaku. Kakiku melaju ke depan dengan perlahan dan tanganku berpegangan pada sisi-sisi jembatan di atas sungai Thames. Mom menyuruhku untuk pergi ke luar. Katanya, aku sudah dua hari tidak keluar rumah sejak kematian Fando. Sungguh aku tak sadar akan hal itu.

Fando, dia teman kecil yang sangat baik. Aku mengenalnya saat orangtuanya mengunjungi rumahku. Sewaktu kecil aku tak mempunyai teman untuk diajak bermain. Aku tak mempunyai teman untukku ajak bercanda-ria. Namun Fando sering mengunjungi rumahku bersama orang tuanya. Membuat masa kecilku lebih berwarna.

Entah kenapa aku memilih pergi ke tempat ini. Ke menara Big Ben. Dan aku menyesali perbuatanku. “Bodoh! Harusnya aku tak ke tempat ini. Karena aku akan mengingat Fando lagi,” ucapku dalam hati.

Hiruk-pikuk yang ramai menarik perhatianku. Berharap kesedihanku bisa hilang dengan melihat orang berlalu-lalang dan para wisatawan yang menunjukkan wajah riang. Tapi beberapa detik kemudian hatiku luluh. Aku mengingat kenangan saat kami berkunjung ke tempat ini pada saat berumur tujuh tahun.

“Masha! Berhenti,” jerit Fando sambil mengejarku.

Sedangkan aku terus berlari, berputar-putar di antara orang-orang yang berlalu lalang, tak ingin Fando menangkapku.

“Aku punya gelembung,” katanya lagi. Membuat aku berhenti. Aku sangat menyukai gelembung waktu itu.

“Mana?” tanyaku saat Fando berhasil dekat denganku. Ia menggenggam tanganku.

“Tertangkap!” ujarnya girang.

“Kamu bohong.” aku memberengut.

“Jangan marah, Masha. Aku janji, aku akan memberimu gelembung yang banyak saat ditiup di rumah nanti.”

“Aku maunya di tempat ini.”

“Oke-oke, aku akan membawamu ke tempat ini lagi dan memberimu gelembung.”

Dan janji tinggalah janji. Fando menyiratkan janjinya tanpa menepatinya hingga ia meninggalkan dunia.

Wajah Fando yang sekarangpun aku tak tahu bagaimana. Aku hanya mengingat saat terakhir kali bertemu dengannya saat kami berumur delapan tahun. Sejak itu Fando tak pernah terlihat lagi.

Kira-kira bagaimana, ya, rupanya? Apa dia lebih tampan? Apa tubuhnya masih kurus seperti dulu?

Lonceng jam menara Big Ben berbunyi. Membuat kepalaku menoleh ke sumber suara. Diikuti tubuhku yang menghadap ke menara. Dan mataku menatap jam besar yang melekat di bangunan itu.

Jam itu tak pernah berhenti bedetak. Waktu tak pernah berhenti berjalan. Tak bisa berhenti. Apalagi kembali ke masa lalu yang sudah tertumpuk-tumpuk oleh waktu lainnya yang begitu banyak. Tak mungkin aku bisa memutar jarum jam itu dan kembali ke beberapa tahun silam.

Tapi satu yang ku tahu, waktu tak pernah bisa kembali karena waktu punya cara sendiri untuk mengubur masa pahit yang menghampiri dan menyembuhkan hati yang luka.

Jarum jam, teruslah berputar, sebanyak yang kaumau.

END

Jumat, 15 Mei 2015

BASKET

Sebenernya malem nggak ada topik yang harus ditulis. tapi mumpung lagi santai dan udah beberapa hari nggak nge-blog, nulis apa adanya aja deh. dan malem ini mau ngomongin tentang basket.

Saya sangat menyukai olahraga basket. bahkan berujung pada kecintaan. saya pertama kali kenal basket yaitu waktu SMP. ketika ada materi penjaskes yang membahas tentang basket. dan saya pertama kali bermain basket juga sewaktu SMP.

Sebenernya, waktu SMP nggak ada niatan untuk main basket. malah nggak ngelirik sama sekali. tapi, waktu SMP kelas IX (9), saya banyak baca novel-novel. novel yang banyak saya baca pada waktu itu adalah teenlit. termasuk novelnya Luna Torashyngu - LOVASKET series. ketika sudah selesai baca series 1-3, saya sudah lulus SMP. novel itu benar-benar menghipnotis saya. saya jadi mencintai basket gara-gara tokoh utama Savira Priskilla.

Jumat, 08 Mei 2015

Lagu We Are The Champions Apakah Untukku?

We are the champions, my friends,
And we'll keep on fighting 'til the end.
We are the champions.
We are the champions.
No time for losers
'Cause we are the champions of the world.



Begitulah potongan lirik lagu dari Queen yang berjudul We Are The Champions. Biasanya lagu ini dikumandangkan saat pengumuman pemenang perlombaan atau saat pertandingan dua klub olahraga, dan di akhir pertandingan akan disetel lagu ini.

Rabu, 06 Mei 2015

Di Mana Ada Saya, Di Situ Pasti Kalah

Hari ini cukup menjadi hari yang melelahkan untuk saya. Bukan lelah dalam arti lelah fisik, tapi entah kenapa jiwa saya merasa lelah hari ini.

Hari ini berlangsung acara sekolah. Yaitu peringatan tiga hari besar nasional, yaitu hari kartini, hari pendidikan nasional, dan hari kebangkitan nasional. Dan dalam acara ini diadakan beberapa lomba untuk memeriahkan acara. Salah satunya mading (majalah dinding).

Sebagai anak mading, saya pun mengikuti lomba tersebut sebagai perwakilan dari kelas saya. Satu tim berjumlah tiga orang. Pada jam sembilan, saya dan kedua teman saya mulai mengkuti lomba mading yang berlangsung. Panitia menyediakan waktu dua jam, dan dalam waktu dua jam, semua harus sudah selesai dan harus dipresentasikan.

Saat lomba, tangan saya terasa dingin, dan jantung saya terasa berdegup lebih kencang dari biasanya. Mungkin untuk peserta-peserta lainnya merasa biasa saja, tapi tidak dengan saya. Saya memang orang yang seperti itu, gampang panik dengan sesuatu yang terasa khusus. Apalagi saya tipe orang yang sangat demam dengan bertemu khalayak ramai.

Senin, 04 Mei 2015

Takut Bertemu Seseorang. Kenapa Sih?

Entah kenapa saya takut bertemu dengan seseorang. Sebut saja dia I. Saya sendiri nggak tahu penyebabnya karena apa. Entah karena dia menakutkan *bukan sih*, entah karena mukanya *emang ngapa?*, atau entah karena ada sesuatu yang tersembunyi di balik dirinya. Untuk yang pilihan terakhir, saya rasa ada benarnya. Karena setiap bertemu dia, saya merasakan ada sesuatu yang berbeda. Apa itu? Saya sendiri nggak tau. Yang jelas jantung ini langsung berdegup lebih kecang. Saya sih mengklaim bahwa ini bukan deg-degan jatuh cinta.

Sabtu, 02 Mei 2015

[Puisi] Pelangi, Kembalilah

Judul: Pelangi, Kembalilah

Pelangi itu berwarna satu
Tanpa ada merah jambu dengan keceriaan
Tanpa ada biru dengan kesejukan
Tanpa ada merah dengan keberanian

Pelangi itu berbentuk datar
Tetapi menyulam bukit kerinduan
Tanpa terhenti pada ujungnya
Yang telah tertumpuk menjadi emas-emas

Pelangilah sebagai korban
Penghianatan penghilang warna
Angin memasang mata
Saksi perjalanan tiada tara
Hingga ia memuncak ke langit-langit

Hewan berpundi-pundi pun tak rela
Jika pelangi kehilangan warnanya
Awan telah menangis
Meneriakkan kristal-kristal agar warna pelangi kembali

Sedangkan waktu dan semesta
Akan mengembalikan warna pelangi
Yang terbias dalam hentakkan kaca