Rabu, 17 Juni 2015

Review Novel Rust in Pieces


Karena intinya tetap satu: sama-sama maling. -hal 99



Judul: Rust in Pieces
Penulis: Nel Falisha
Penerbit: Ice Cube – KPG (2015)
Tebal: 224 halaman
Genre: young adult, realistic fiction
ISBN13: 9789799108333
Harga: Rp 48.000



“Pantas belakangan ini pernak-pernikku hilang satu-satu.
Ternyata dia pelakunya!” Sarah menunjuk-nunjuk ke arah Tiana.

Yunita memicingkan mata dan melipat lengan di depandada.
Pom-pom merah jambu tergeletak di kakinya.
“Baru kemarin ikat rambut favoritku hilang.”

“Bukan gitu, aku cuma mau pin—”

“Nonsense!” cetus Sarah.

Yunita menyeringai puas. “Kamu klepto, Ti.”

Usaha Tiana mempertahankan popularitas di SMP sia-sia setelah aksi mengutilnya dipergoki teman-teman di klub pemandu sorak. Tak hanya didepak dari klub, ia juga harus menerima julukan Miss K alias Miss Klepto hingga lulus sekolah. Namun Tiana tidak bisa berhenti
mengutil. Ia frustrasi dan memutuskan untuk menghindar dari teman-teman lamanya dengan
memilih SMA yang berbeda. Sayangnya, prediksi Tiana meleset. Masih ada Dinda yang di SMP dulu ikut memusuhinya setelah aib Tiana terbongkar. Ada Stefan yang terkenal kepo dan tahu ada yang tak beres dengan Tiana. Ada Sherry yang sering memperhatikan
Tiana dari jauh. Ada Ardhan yang cuek tapi berani bicara frontal. Semua orang tampaknya mencurigaitindak-tanduk Tiana. Tiana pun sadar ada yang salah dengan dirinya.
Namun Tiana tetap tak mampu mengendalikan jari-jarinya.





Alhamdulillah, akhirnya novel ini kebeli sama saya. Saat melihat buku ini di toko buku, saya kaget. Bukan, bukan karena covernya yang sedikit horror. Tapi saya memang selalu kaget kalau melihat buku incaran terpampang di toko buku *Yaelah, kirain ngapa*

Oke, Rust in Pieces ini telah menarik hati saya dari masalah utama yang dihadapi sang tokoh, Tiana. Dia kleptomania dan dia adalah orang yang tidak percaya diri, sampai-sampai muntah di depan kelas karena demam panggung. Yah, sama, sih, seperti saya. Saya kalau disuruh maju ke depan kelas, pasti serasa ingin muntah. Tapi nggak beneran.

Gaya bahasa dari cerita ini ringan, mengingat ini novel remaja. Dan saya suka itu. Ceritanya sangat mengalir. Dan pengangkatan kisah dalam novel ini membuat saya ingin mengahabiskan sampai halaman terakhir, walaupun itu memang adegan sehari-hari dari seorang murid SMA.


Ia harus yakin bahwa di dunia ini ada orang-orang yang bisa ia percaya, meskipun sedikit. –hal 204


Well, ada beberapa kesamaan diri saya dengan Tiana. Selain demam panggung, saya juga selalu berpikir negative. Memang, pikiran negative adalah racun berbahaya agar orang tak percaya diri. Tapi, dari novel ini saya belajar bahwa segala hal buruk yang kemungkinan kita bayangkan, hanyalah pola pikir kita saja. Dan untuk saya sendiri, saya masih belum bisa menghilangkan negative thinking itu.


            “Ti, kamu tuh bersinar. Sekarang sinarnya emang redup, tapi suatu saat, sinarmu bakal jadi jauh lebih terang. Soalnya saat itu, kamu udah nggak pakai pura-pura, kebohongan, atau paksaan lagi. Iya, kan? –hal 125
           

Tadinya saya suka tokoh Stefan yang perhatian terhadap Tiana. Sampai-sampai dia akan saya jadikan tokoh favorit. I like you, Stefan, but I hate you too!. Saya sudah terlanjur ikut sakit hati ketika Tiana mengira dirinya di-PHP’in sama Stefan. Pokoknya kalau baca bab 14 sampai 16 itu, tuh, nguras emosi. Hati saya ikut teriris. Dan ketika di akhir bab 16, saya merasa agak kecewa karena kurang puas. Entah puas apa. Mungkin saya pengin kisah cintanya Tiana terjawab, sama Stefan atau sama Ardhan? *lupakan saja*

Jadi, saya sangat suka novel ini. Tapi saya rasa, saya belum cukup layak memberi nilai. Tapi, tapi, saya beri 4,5 dari 5, deh. Love it!








“Sekarang menurutku, apa yang aku lihat dan aku dengar langsung dari kamu itu lebih penting dari sekadar ‘kata orang’.”

Siapkah ia untuk menerima kenyataan mengenai apa yang terjadi pada dirinya?

“Tapi... tapi aku nggak bisa. Aku nggak bisa jadi kelinci percobaan kamu.”




Tidak ada komentar:

Posting Komentar