Sabtu, 10 Mei 2014

Cerpen : My Enemy, My Sister

Sang Surya telah lahir dari arah timur. Cahaya menerangi segala sesuatu yang tertangkap olehnya dan menembus celah-celah jendela kamar Christy. Dan tiba-tiba, “beep ... beep ... beeppp ...” Alarm berbunyi dengan pelan, tetapi, semakin lama alarm itu terdengar panjang dan keras. Sungguh mengganggu di telinga Christy.
“Aduuh, berisik. Ini masih jam berapa coba,” ucap Christy yg masih setengah sadar sambil melihat jam alarm, “Haah ? udah jam setengah 7 ? perasaan tadi malam aku pasang nya jam setengah 6 geh. Pasti ini gara-gara Resti,” ucap Christy lagi yg keheranan dan setengah marah.
Tiba-tiba, terdengar gagang pintu Christy terayun dan pintunya terbuka secara kilat, “Aduh, pagi-pagi udah marah, kakak belom mandi lagi, bau, ” ucap Adik Christy ,Salsha yang hanya memunculkan kepalanya secara mendadak dari pintu. Sontak Christy terkaget.
“Salsha, kamu apa’an sih? masuk kok gak ketuk pintu dulu? sudah ah, kakak mau mandi. Bisa-bisa telat nih gara-gara Resti,” gerutu Christy yg langsung bangun dari tempat tidur.
Setelah mandi, Christy mengenakan baju yg sudah disiapkan di balik pintu kamarnya dan ia pun berlari menuju halaman depan rumah.
“Pak, anterin Christy sekolah, udah telat nih,” jerit Christy sambil berlari untuk masuk ke mobil hitam milik Papa Christy.
“Iya.”
Sesampainya disekolah, pintu gerbang hampir tertutup. Tetapi Christy masih bisa masuk.
“Aduh, anak Mami hampir telat nih,” suara
dari belakang Christy. Christy pun menoleh kebelakang.
“Huuuhhh, semua ini gara-gara kamu Res. Kamu sengaja kan ubah jam alarm aku?” ucap Christy yang marah. Matanya menatap Resti dengan tajam dan Chisty sangat-sangat tidak tahan dengan kelakuan Resti.
“Ups, slow dong,” balas Resti dengan santainya dan tersenyum licik.
“Hey! kenapa kalian bertengkar?” sambung Pristi yg tiba-tiba datang dan memisahkan mereka.
“Dia duluan kak, aku gak terima kalo dia bilang aku anak mami,” kata Christy yang menunjuk Resti dan menatapnya dengan tajam.
“Sudah-sudah, ayo kekelas masing-masing! gak denger bunyi bel apa?” suruh Pristi.
Christy membalikkan badan, begitu juga Resti. Dan mereka kembali ke kelas masing-masing . Mereka belajar dan terdengar bunyi bel istirahat . Christy bingung ingin melakukan kegiatan apa. Karena sahabat yang selalu menemaninya sedang sakit sekarang dan ia tidak bisa masuk  sekolah hari ini. Dengan sekejap, ia menemukan suatu tempat yang tidak terlalu buruk. Yaitu perpustakaan. Ia pun dengan cepat melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
            Sesampainya diperpustakaan, ia mengambil salah satu buku di rak untuk menjadi bahan bacaanya. Setelah mengambil buku, ia mencari tempat duduk yang nyaman yaitu di dekat jendela. Ia sangat suka sekali membaca didekat jendela dengan kacanya yang sedikit terbuka dan anginnya masuk dengan santai lalu mengenai wajahnya.
            Baru beberapa menit membaca, tiba-tiba ada sesorang yang duduk dimeja nya dan menyapa “Hai Christy,” sapa Resti sambil melambaikan tangannya.
            Christy mengangkat wajahnya dan melihat Resti telah duduk didepannya. Christy tak menjawab sepatah katapun dan ia melanjutkan membaca.
            “Sombong banget sih,” ucap Resti yang mengambil buku Christy lalu menutupnya dengan kasar.
            “Kamu kenapa sih Res?” tanya Christy dengan heran.
            “Aku? Aku gak papa,” jawab Christy dengan santainya.
            “Terus, ngapa kamu ngambil buku ku?” tanya Christy lagi
            “Oh, buku ini?” Resti melihat cover depan buku itu dan melemparnya dengan kasar ke muka Christy. “Tuh,” Resti membalikkan badan dan pergi meninggalkan Christy.
            Dengan refleks Christy memejamkan matanya dan mencoba menghindar. Tetapi terlambat, buku itu telah mendarat dimuka nya dan terjatuh ke lantai. Rasanya Christy ingin sekali saat itu berlari ke arah Resti dan menjabak rambut hitam mengkilap milik saudara perempuannya itu.
            Christy menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan lalu berkata “Salah aku selama ini apa sih Res?” tanya Christy pada Resti yang tidak jauh dari tempat ia berdiri dan pertanyaannya kedengaran seperti berbisik karena Christy bertanya dengan hatinya yang paling dalam.
            Resti mendengar pertanyaan Christy dan membalikkan tubuhnya. “Kamu mau tau salah kamu apa?” nada Resti seperti melecehkan. “Kayanya lo bego’ banget ya? sampe kesalahan lo sendiri gak tau. Makanya! Jadi anak tuh, otaknya dipakai.” Resti berbicara dengan keras dan kasar sambil menunjuk pelipis kanannya.
            Tak lama, bel berbunyi dengan nyaring. Christy dan Resti menoleh kearah suara bel. Kemudian, Resti kembali menatap Christy dengan tajam, tersenyum pahit dan membalikkan tubuhnya.
***
            Christy baru membuka pintu rumahnya. Suana dirumahnya siang ini sepi. Setelah setengah hari menjalankan aktivitas yang setiap hari dilakukannya, yaitu sekolah, badan Christy sudah kebal dengan pegal-pegal yang datang menghampirinya.
            Christy menyusuri ruangan-ruangan dan menuju kamarnya, tetapi.. ia seperti mendengar seseorang menangis. Siapa itu? Christy memasang telinga dengan tajam berharap ia mendengar suara siapa yang menangis dan dimana.
            Semakin ia melangkah, semakin terdengar dengan jelas tangisan itu. Lalu langkah Christy berhenti didepan pintu. Yaitu pintu kamar Salsha. Kenapa salsha menangis? Padahal ia selalu kelihatan ceria. Untuk memastikan tebakan dan menjawab pertanyaannya, ia membuka pintu kamar salsha dan menghampirinya.
            “Salsha.. kamu kenapa nangis?” tanya Christy yang tentu saja ikut merasakan kesedihan Salsha, padahal ia tidak tahu masalahnya.
            “Mama kak.. Papa.” jawabnya lirih sambil nangis tersedu-sedu.
            “Mama sama Papa kenapa? Cerita yang jelas..” desak Christy. Padahal, ia sendiri tahu kalau Salsha masih sukar berbicara.
            “Mama sama Papa tadi berantem. Dan, dan.. Mama minta cerai. Papah setuju.” Jawab Salsha dan menangisnya pun tambah menjadi-jadi.
            “Apa?” mata Christy melebar tanda terkejut. Sungguh ia tidak percaya akan hal ini.
            “Iya kak..”
            Christy meraih tangan Salsha dan memeluknya. Christy pun ikut menangis. Ia berfikir, secepat ini kah kebersamaan mereka? Apa semuanya harus berakhir dengan perceraian seperti ini?
            Tiba-tiba, mereka dikejutkan dengan pintu yang terpelanting dengan keras. Kedua saudara perempuan itu langsung menoleh ke arah pintu.
            “Papa sama Mama mau cerai?” suara Resti terdengar. “Bagus deh.. dengan begitu, gue nggak akan bersaudara lagi sama anak mami.”
            “Kakak.. kok ngomongnya gitu?” ucap Salsha.
            “Biar. Kakak udah muak sama anak itu.” balas Resti yang menunjuk Christy. lalu, seperti tanpa dosa ia pergi ruangan tersebut.
***
           Christy masuk sekolah seperti biasa. Tetapi, kali ini penampilannya sungguh tidak biasa. Ia terlihat berantakan. Rambutnya, dan matanya yang sembab.
            Dan sahabatnya, Chila sudah masuk sekolah dengan tubuh yang sehat dan wajah yang ceria. Sangat bertolak belakang dengan Christy yang terlihat lesu.
            “Chris, mata kamu kok bengkak gitu kaya habis nangis? Nangisin aku yah?” ucap Chila sambil tersenyum dengan lebar. Tetapi Christy tidak menanggapi teman disampingnya itu. “Jangan nangisin aku dong. Aku pasti ada buat kamu kok.” Senyum Chila bertambah lebar.
            Sadar bahwa Christy masih tak menanggapinya, senyum di bibir Chila memudar dan menatap Christy. “Kamu ada masalah Chris? Cerita dong ke aku. Kamu kenapa?” tanya Chila
            Christy menoleh ke arah Chila, memaksakan tersenyum walaupun itu sulit dan menggelengkan kepala.
            “Jangan bohong Chris. Aku tahu kalau kamu lagi ada masalah. Cerita dong Chris, siapa tahu aku bisa bantu.” Kata Chila
            “Kamu nggak bakal bisa bantu aku. Walaupun kamu berbuat apapun, keadaan ini gak akan berubah!” ucap Christy dengan nada agak bergetar.
            “Chris, kamu kenapa sih? Kamu kok kaya gini?” tanya Chila yang heran dengan sikap Christy. Baru kali ini ia melihat Christy seterpuruk ini.
            “Ya, sifat aku aslinya memang seperti ini! Kalau kamu gak tahan, kamu bisa pergi.” jawabnya dengan ketus sekali.
            Chila pun pergi meninggalkan Christy yang matanya sudah berkaca-kaca.
***
            “Hallo Pah.. Kenapa?” tanya Christy setelah menerima telefon dari Papanya. Ia ditelfon saat jam pelajaran berlangsung. Dan saat ini, ia sedang berada diruang ganti sekolahan.
            Papanya menjawab pertanyaan lewat telefon barusan. Dan jawaban itu membuat seluruh badan Christy kaku. Ia tak bisa berbicara apa-apa lagi. Dadanya sungguh terasa sesak. Sudut-sudut matanya sudah memerah dan siap mengeluarkan air mata setelah ia mendengar kalimat dari Papanya “Mama mu kecelakaan.”
            Handphone yang digenggam Christy jatuh secara perlahan setelah pemiliknya merasa tak sanggup lagi memegang sesuatu. Christy sendiri langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tak lama, ia langsung melesat pergi menuju rumah sakit yang Papanya beritahu.
            Setelah sampai dirumah sakit dan sudah menanyakan kamar tempat Mamanya dirawat, ia melihat Mamanya yang sedang tidur. Dan ada Papanya disamping Mamanya. Dan juga ada Salsha yang sudah sampai duluan dirumah sakit. Tetapi, ada satu saudara perempuannya lagi yang ia cari. Yaitu Resti. Kemana dia?
            Melihat Christy sudah datang, Papanya bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan ruangan tersebut. Sekarang gantian Christy yang menemani Mamanya.
            Ia menatap Mamanya. Christy tahu, pasti Orang Tuanya masih saling mencintai. Tetapi mengapa mereka putuskan untuk bercerai? Apa itu karena Christy dan Resti yang tak pernah akur? Oh Tuhan! Kenapa banyak sekali pukulan-pukulan yang datang menyakiti Christy? Kapan semua ini berakhir?
***

            Christy duduk di kursi tunggu tepat didepan kamar Mamanya. Menunduk sambil memegang dahi dan sikut ditaruh diatas paha. Lalu memijat nya dengan pelan dan matanya dipejamkan
            Hari ini sungguh hari yang berat baginya. Sudah ditinggal sahabat, Mama pun kecelakaan.
            Lalu, Christy merasa ada sesorang berjalan didepannya kemudian duduk disampingnya. Christy tidak menghiraukan hal tersebut. Mungkin orang itu juga menunggu keluarganya yang sedang sakit.
            Tak lama, orang itu berbicara, “Maaf.”
            Christy mengenal suara itu. Pemilik suara itu adalah orang yang selalu membuatnya makan hati. Yaitu Resti.
            Christy membuka mata dan menoleh kearah Resti. “Untuk apa?” tanya Christy. Ia tahu, kata maaf dari Resti pasti untuknya.
            “Sudah membuat hari-hari kamu jadi berat.” Jawab Resti.
            “Nggak papa.” balas Christy dengan pelan.
            “Kamu masih bilang gak papa setelah semua kelakuanku ke kamu?”
            “Ya. Aku nggak papa.” Christy menyunggingkan seulas senyum dibibinya.
            “Kamu mau bersaudara dengan aku lagi?” tanya Resti.
          Christy terkejut. Lalu menatap Resti dalam-dalam. Apa ia tidak salah dengar? Resti mengajaknya bersaudara?
            Christy kembali mengeluarkan airmata. Terharu akan ajakan Resti. Dan ia mengangguk lalu memeluk Resti dengan erat. Tetapi, tiba-tiba Christy melepas pelukan itu.
            “Rencana macam apa ini? kamu mau mempermainkan aku lagi? Kenapa kamu tiba-tiba mau bersaudara dengan aku?” tanya Christy dengan was-was.
            Resti tersenyum. “Aku nggak mempermainkan kamu.” ucap Resti menatap Christy. Lama-lama, senyum diwajahnya memudar. “Aku.. mau bersaudara sama kamu karena, aku tadi lihat Papa. Papa tadi kelihatan sedih dan terpukul sekali.”
            Christy kembali memeluk Resti. “Semuanya akan membaik. Apalagi kalau Papa dan Mama mendengar kalau kita sudah akur. Kita harus selalu terlihat baik didepan Papa dan Mama.”
            Resti pun hanya mengangguk.
***
            Christy membuka matanya. Sungguh terasa berat untuk membuka mata yang terpejam selama kurang lebih enam jam. Karena ia tadi malam tidur hampir jam dua belas. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul 06.15.
            Ia melirik saudara perempuan yang tidur disampingnya. Ternyata Resti masih tertidur pulas. Dan ia tidak melihat Salsha ada ditempat tidur Christy. Mungkin saudara perempuannya yang selalu terlihat ceria itu sudah pindah karena merasa kesempitan tidur bertiga dalam satu ranjang.
            Tiba-tiba, terlintas suatu ide jahil dipikiran Christy. Ia berniat membuat kejutan dihari minggu ini. Ia pun mulai mengambil tali dan langsung melaksanakan aksinya.
***
            Waktunya sarapan...
            “Kakak... bangun! Mau sarapan nggak?” jerit Salsha dari depan pintu kamar Christy.
            Sadar bahwa ia sudah diteriaki dari tadi, Resti pun perlahan bangun dari tempat tidur. Tetapi.. terasa ada yang tersangkut. Ah, rambutnya tersangkut! Ia melirik rambut nya. Ternyata rambutnya sudah menyatu dengan tali yang diikat dengan ujung tempat tidurnya.
            Terdengar pintu kamar terbuka dan Salsha melihat kakanya sedang kesulitan melepaskan rambutnya dari tali yang terikat.
            “Sha, bantuin..” ucap Resti.
            “Ya ampun kak.. kok rambutnya bisa gitu?” Salsha agak terkejut dan langsung membantu Resti.
            Setelah susah payah melepaskan rambut Resti dari tali, ia langsung pergi keruang makan bersama Salsha.
            “Nak, rambut kamu..” Mama Resti bingung melihat rambut anaknya yang berantakan itu.
            “Dia tuh!” Resti menunjuk Christy yang sedang asik menyantap makanannya.
            “Aku?” Christy menunjuk dirinya sendiri. “Bukan! Jangan asal tuduh.” Ucap Christy yang menggoyangkan tangannya untuk meyakinkan. Tetapi, wajahnya yang senyum-senyum tidak bisa berbohong.
            “Nggak  mau ngaku ya? Oke..” Resti mendekati Christy.    
            Resti pun menggelitik Christy dengan kasar. Christy pun merasa geli. Dan akhirnya Christy mengaku.


THE ENDSang Surya telah lahir dari arah timur. Cahaya menerangi segala sesuatu yang tertangkap olehnya dan menembus celah-celah jendela kamar Christy. Dan tiba-tiba, “beep ... beep ... beeppp ...” Alarm berbunyi dengan pelan, tetapi, semakin lama alarm itu terdengar panjang dan keras. Sungguh mengganggu di telinga Christy.
“Aduuh, berisik. Ini masih jam berapa coba,” ucap Christy yg masih setengah sadar sambil melihat jam alarm, “Haah ? udah jam setengah 7 ? perasaan tadi malam aku pasang nya jam setengah 6 geh. Pasti ini gara-gara Resti,” ucap Christy lagi yg keheranan dan setengah marah.
Tiba-tiba, terdengar gagang pintu Christy terayun dan pintunya terbuka secara kilat, “Aduh, pagi-pagi udah marah, kakak belom mandi lagi, bau, ” ucap Adik Christy ,Salsha yang hanya memunculkan kepalanya secara mendadak dari pintu. Sontak Christy terkaget.
“Salsha, kamu apa’an sih? masuk kok gak ketuk pintu dulu? sudah ah, kakak mau mandi. Bisa-bisa telat nih gara-gara Resti,” gerutu Christy yg langsung bangun dari tempat tidur.
Setelah mandi, Christy mengenakan baju yg sudah disiapkan di balik pintu kamarnya dan ia pun berlari menuju halaman depan rumah.
“Pak, anterin Christy sekolah, udah telat nih,” jerit Christy sambil berlari untuk masuk ke mobil hitam milik Papa Christy.
“Iya.”
Sesampainya disekolah, pintu gerbang hampir tertutup. Tetapi Christy masih bisa masuk.
“Aduh, anak Mami hampir telat nih,” suara dari belakang Christy. Christy pun menoleh kebelakang.
“Huuuhhh, semua ini gara-gara kamu Res. Kamu sengaja kan ubah jam alarm aku?” ucap Christy yang marah. Matanya menatap Resti dengan tajam dan Chisty sangat-sangat tidak tahan dengan kelakuan Resti.
“Ups, slow dong,” balas Resti dengan santainya dan tersenyum licik.
“Hey! kenapa kalian bertengkar?” sambung Pristi yg tiba-tiba datang dan memisahkan mereka.
“Dia duluan kak, aku gak terima kalo dia bilang aku anak mami,” kata Christy yang menunjuk Resti dan menatapnya dengan tajam.
“Sudah-sudah, ayo kekelas masing-masing! gak denger bunyi bel apa?” suruh Pristi.
Christy membalikkan badan, begitu juga Resti. Dan mereka kembali ke kelas masing-masing . Mereka belajar dan terdengar bunyi bel istirahat . Christy bingung ingin melakukan kegiatan apa. Karena sahabat yang selalu menemaninya sedang sakit sekarang dan ia tidak bisa masuk  sekolah hari ini. Dengan sekejap, ia menemukan suatu tempat yang tidak terlalu buruk. Yaitu perpustakaan. Ia pun dengan cepat melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
            Sesampainya diperpustakaan, ia mengambil salah satu buku di rak untuk menjadi bahan bacaanya. Setelah mengambil buku, ia mencari tempat duduk yang nyaman yaitu di dekat jendela. Ia sangat suka sekali membaca didekat jendela dengan kacanya yang sedikit terbuka dan anginnya masuk dengan santai lalu mengenai wajahnya.
            Baru beberapa menit membaca, tiba-tiba ada sesorang yang duduk dimeja nya dan menyapa “Hai Christy,” sapa Resti sambil melambaikan tangannya.
            Christy mengangkat wajahnya dan melihat Resti telah duduk didepannya. Christy tak menjawab sepatah katapun dan ia melanjutkan membaca.
            “Sombong banget sih,” ucap Resti yang mengambil buku Christy lalu menutupnya dengan kasar.
            “Kamu kenapa sih Res?” tanya Christy dengan heran.
            “Aku? Aku gak papa,” jawab Christy dengan santainya.
            “Terus, ngapa kamu ngambil buku ku?” tanya Christy lagi
            “Oh, buku ini?” Resti melihat cover depan buku itu dan melemparnya dengan kasar ke muka Christy. “Tuh,” Resti membalikkan badan dan pergi meninggalkan Christy.
            Dengan refleks Christy memejamkan matanya dan mencoba menghindar. Tetapi terlambat, buku itu telah mendarat dimuka nya dan terjatuh ke lantai. Rasanya Christy ingin sekali saat itu berlari ke arah Resti dan menjabak rambut hitam mengkilap milik saudara perempuannya itu.
            Christy menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan lalu berkata “Salah aku selama ini apa sih Res?” tanya Christy pada Resti yang tidak jauh dari tempat ia berdiri dan pertanyaannya kedengaran seperti berbisik karena Christy bertanya dengan hatinya yang paling dalam.
            Resti mendengar pertanyaan Christy dan membalikkan tubuhnya. “Kamu mau tau salah kamu apa?” nada Resti seperti melecehkan. “Kayanya lo bego’ banget ya? sampe kesalahan lo sendiri gak tau. Makanya! Jadi anak tuh, otaknya dipakai.” Resti berbicara dengan keras dan kasar sambil menunjuk pelipis kanannya.
            Tak lama, bel berbunyi dengan nyaring. Christy dan Resti menoleh kearah suara bel. Kemudian, Resti kembali menatap Christy dengan tajam, tersenyum pahit dan membalikkan tubuhnya.
***
            Christy baru membuka pintu rumahnya. Suana dirumahnya siang ini sepi. Setelah setengah hari menjalankan aktivitas yang setiap hari dilakukannya, yaitu sekolah, badan Christy sudah kebal dengan pegal-pegal yang datang menghampirinya.
            Christy menyusuri ruangan-ruangan dan menuju kamarnya, tetapi.. ia seperti mendengar seseorang menangis. Siapa itu? Christy memasang telinga dengan tajam berharap ia mendengar suara siapa yang menangis dan dimana.
            Semakin ia melangkah, semakin terdengar dengan jelas tangisan itu. Lalu langkah Christy berhenti didepan pintu. Yaitu pintu kamar Salsha. Kenapa salsha menangis? Padahal ia selalu kelihatan ceria. Untuk memastikan tebakan dan menjawab pertanyaannya, ia membuka pintu kamar salsha dan menghampirinya.
            “Salsha.. kamu kenapa nangis?” tanya Christy yang tentu saja ikut merasakan kesedihan Salsha, padahal ia tidak tahu masalahnya.
            “Mama kak.. Papa.” jawabnya lirih sambil nangis tersedu-sedu.
            “Mama sama Papa kenapa? Cerita yang jelas..” desak Christy. Padahal, ia sendiri tahu kalau Salsha masih sukar berbicara.
            “Mama sama Papa tadi berantem. Dan, dan.. Mama minta cerai. Papah setuju.” Jawab Salsha dan menangisnya pun tambah menjadi-jadi.
            “Apa?” mata Christy melebar tanda terkejut. Sungguh ia tidak percaya akan hal ini.
            “Iya kak..”
            Christy meraih tangan Salsha dan memeluknya. Christy pun ikut menangis. Ia berfikir, secepat ini kah kebersamaan mereka? Apa semuanya harus berakhir dengan perceraian seperti ini?
            Tiba-tiba, mereka dikejutkan dengan pintu yang terpelanting dengan keras. Kedua saudara perempuan itu langsung menoleh ke arah pintu.
            “Papa sama Mama mau cerai?” suara Resti terdengar. “Bagus deh.. dengan begitu, gue nggak akan bersaudara lagi sama anak mami.”
            “Kakak.. kok ngomongnya gitu?” ucap Salsha.
            “Biar. Kakak udah muak sama anak itu.” balas Resti yang menunjuk Christy. lalu, seperti tanpa dosa ia pergi ruangan tersebut.
***
           Christy masuk sekolah seperti biasa. Tetapi, kali ini penampilannya sungguh tidak biasa. Ia terlihat berantakan. Rambutnya, dan matanya yang sembab.
            Dan sahabatnya, Chila sudah masuk sekolah dengan tubuh yang sehat dan wajah yang ceria. Sangat bertolak belakang dengan Christy yang terlihat lesu.
            “Chris, mata kamu kok bengkak gitu kaya habis nangis? Nangisin aku yah?” ucap Chila sambil tersenyum dengan lebar. Tetapi Christy tidak menanggapi teman disampingnya itu. “Jangan nangisin aku dong. Aku pasti ada buat kamu kok.” Senyum Chila bertambah lebar.
            Sadar bahwa Christy masih tak menanggapinya, senyum di bibir Chila memudar dan menatap Christy. “Kamu ada masalah Chris? Cerita dong ke aku. Kamu kenapa?” tanya Chila
            Christy menoleh ke arah Chila, memaksakan tersenyum walaupun itu sulit dan menggelengkan kepala.
            “Jangan bohong Chris. Aku tahu kalau kamu lagi ada masalah. Cerita dong Chris, siapa tahu aku bisa bantu.” Kata Chila
            “Kamu nggak bakal bisa bantu aku. Walaupun kamu berbuat apapun, keadaan ini gak akan berubah!” ucap Christy dengan nada agak bergetar.
            “Chris, kamu kenapa sih? Kamu kok kaya gini?” tanya Chila yang heran dengan sikap Christy. Baru kali ini ia melihat Christy seterpuruk ini.
            “Ya, sifat aku aslinya memang seperti ini! Kalau kamu gak tahan, kamu bisa pergi.” jawabnya dengan ketus sekali.
            Chila pun pergi meninggalkan Christy yang matanya sudah berkaca-kaca.
***
            “Hallo Pah.. Kenapa?” tanya Christy setelah menerima telefon dari Papanya. Ia ditelfon saat jam pelajaran berlangsung. Dan saat ini, ia sedang berada diruang ganti sekolahan.
            Papanya menjawab pertanyaan lewat telefon barusan. Dan jawaban itu membuat seluruh badan Christy kaku. Ia tak bisa berbicara apa-apa lagi. Dadanya sungguh terasa sesak. Sudut-sudut matanya sudah memerah dan siap mengeluarkan air mata setelah ia mendengar kalimat dari Papanya “Mama mu kecelakaan.”
            Handphone yang digenggam Christy jatuh secara perlahan setelah pemiliknya merasa tak sanggup lagi memegang sesuatu. Christy sendiri langsung menutup mulutnya dengan kedua tangan. Tak lama, ia langsung melesat pergi menuju rumah sakit yang Papanya beritahu.
            Setelah sampai dirumah sakit dan sudah menanyakan kamar tempat Mamanya dirawat, ia melihat Mamanya yang sedang tidur. Dan ada Papanya disamping Mamanya. Dan juga ada Salsha yang sudah sampai duluan dirumah sakit. Tetapi, ada satu saudara perempuannya lagi yang ia cari. Yaitu Resti. Kemana dia?
            Melihat Christy sudah datang, Papanya bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan ruangan tersebut. Sekarang gantian Christy yang menemani Mamanya.
            Ia menatap Mamanya. Christy tahu, pasti Orang Tuanya masih saling mencintai. Tetapi mengapa mereka putuskan untuk bercerai? Apa itu karena Christy dan Resti yang tak pernah akur? Oh Tuhan! Kenapa banyak sekali pukulan-pukulan yang datang menyakiti Christy? Kapan semua ini berakhir?
***

            Christy duduk di kursi tunggu tepat didepan kamar Mamanya. Menunduk sambil memegang dahi dan sikut ditaruh diatas paha. Lalu memijat nya dengan pelan dan matanya dipejamkan
            Hari ini sungguh hari yang berat baginya. Sudah ditinggal sahabat, Mama pun kecelakaan.
            Lalu, Christy merasa ada sesorang berjalan didepannya kemudian duduk disampingnya. Christy tidak menghiraukan hal tersebut. Mungkin orang itu juga menunggu keluarganya yang sedang sakit.
            Tak lama, orang itu berbicara, “Maaf.”
            Christy mengenal suara itu. Pemilik suara itu adalah orang yang selalu membuatnya makan hati. Yaitu Resti.
            Christy membuka mata dan menoleh kearah Resti. “Untuk apa?” tanya Christy. Ia tahu, kata maaf dari Resti pasti untuknya.
            “Sudah membuat hari-hari kamu jadi berat.” Jawab Resti.
            “Nggak papa.” balas Christy dengan pelan.
            “Kamu masih bilang gak papa setelah semua kelakuanku ke kamu?”
            “Ya. Aku nggak papa.” Christy menyunggingkan seulas senyum dibibinya.
            “Kamu mau bersaudara dengan aku lagi?” tanya Resti.
          Christy terkejut. Lalu menatap Resti dalam-dalam. Apa ia tidak salah dengar? Resti mengajaknya bersaudara?
            Christy kembali mengeluarkan airmata. Terharu akan ajakan Resti. Dan ia mengangguk lalu memeluk Resti dengan erat. Tetapi, tiba-tiba Christy melepas pelukan itu.
            “Rencana macam apa ini? kamu mau mempermainkan aku lagi? Kenapa kamu tiba-tiba mau bersaudara dengan aku?” tanya Christy dengan was-was.
            Resti tersenyum. “Aku nggak mempermainkan kamu.” ucap Resti menatap Christy. Lama-lama, senyum diwajahnya memudar. “Aku.. mau bersaudara sama kamu karena, aku tadi lihat Papa. Papa tadi kelihatan sedih dan terpukul sekali.”
            Christy kembali memeluk Resti. “Semuanya akan membaik. Apalagi kalau Papa dan Mama mendengar kalau kita sudah akur. Kita harus selalu terlihat baik didepan Papa dan Mama.”
            Resti pun hanya mengangguk.
***
            Christy membuka matanya. Sungguh terasa berat untuk membuka mata yang terpejam selama kurang lebih enam jam. Karena ia tadi malam tidur hampir jam dua belas. Dan sekarang sudah menunjukkan pukul 06.15.
            Ia melirik saudara perempuan yang tidur disampingnya. Ternyata Resti masih tertidur pulas. Dan ia tidak melihat Salsha ada ditempat tidur Christy. Mungkin saudara perempuannya yang selalu terlihat ceria itu sudah pindah karena merasa kesempitan tidur bertiga dalam satu ranjang.
            Tiba-tiba, terlintas suatu ide jahil dipikiran Christy. Ia berniat membuat kejutan dihari minggu ini. Ia pun mulai mengambil tali dan langsung melaksanakan aksinya.
***
            Waktunya sarapan...
            “Kakak... bangun! Mau sarapan nggak?” jerit Salsha dari depan pintu kamar Christy.
            Sadar bahwa ia sudah diteriaki dari tadi, Resti pun perlahan bangun dari tempat tidur. Tetapi.. terasa ada yang tersangkut. Ah, rambutnya tersangkut! Ia melirik rambut nya. Ternyata rambutnya sudah menyatu dengan tali yang diikat dengan ujung tempat tidurnya.
            Terdengar pintu kamar terbuka dan Salsha melihat kakanya sedang kesulitan melepaskan rambutnya dari tali yang terikat.
            “Sha, bantuin..” ucap Resti.
            “Ya ampun kak.. kok rambutnya bisa gitu?” Salsha agak terkejut dan langsung membantu Resti.
            Setelah susah payah melepaskan rambut Resti dari tali, ia langsung pergi keruang makan bersama Salsha.
            “Nak, rambut kamu..” Mama Resti bingung melihat rambut anaknya yang berantakan itu.
            “Dia tuh!” Resti menunjuk Christy yang sedang asik menyantap makanannya.
            “Aku?” Christy menunjuk dirinya sendiri. “Bukan! Jangan asal tuduh.” Ucap Christy yang menggoyangkan tangannya untuk meyakinkan. Tetapi, wajahnya yang senyum-senyum tidak bisa berbohong.
            “Nggak  mau ngaku ya? Oke..” Resti mendekati Christy.    
            Resti pun menggelitik Christy dengan kasar. Christy pun merasa geli. Dan akhirnya Christy mengaku.

THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar