Sang Surya telah lahir dari arah timur.
Cahaya menerangi segala sesuatu yang tertangkap olehnya dan menembus
celah-celah jendela kamar Christy. Dan tiba-tiba, “beep ... beep ... beeppp ...”
Alarm berbunyi dengan pelan, tetapi, semakin lama alarm itu terdengar panjang
dan keras. Sungguh mengganggu di telinga Christy.
“Aduuh, berisik. Ini
masih jam berapa coba,” ucap Christy yg masih setengah sadar sambil melihat jam
alarm, “Haah ? udah jam setengah 7 ? perasaan tadi malam aku pasang nya jam
setengah 6 geh. Pasti ini gara-gara Resti,” ucap Christy lagi yg keheranan dan setengah
marah.
Tiba-tiba, terdengar
gagang pintu Christy terayun dan pintunya terbuka secara kilat, “Aduh,
pagi-pagi udah marah, kakak belom mandi lagi, bau, ” ucap Adik Christy ,Salsha
yang hanya memunculkan kepalanya secara mendadak dari pintu. Sontak Christy
terkaget.
“Salsha, kamu apa’an
sih? masuk kok gak ketuk pintu dulu? sudah ah, kakak mau mandi. Bisa-bisa telat
nih gara-gara Resti,” gerutu Christy yg langsung bangun dari tempat tidur.
Setelah mandi, Christy
mengenakan baju yg sudah disiapkan di balik pintu kamarnya dan ia pun berlari
menuju halaman depan rumah.
“Pak, anterin Christy sekolah,
udah telat nih,” jerit Christy sambil berlari untuk masuk ke mobil hitam milik
Papa Christy.
“Iya.”
Sesampainya disekolah,
pintu gerbang hampir tertutup. Tetapi Christy masih bisa masuk.
“Huuuhhh, semua ini
gara-gara kamu Res. Kamu sengaja kan ubah jam alarm aku?” ucap Christy yang
marah. Matanya menatap Resti dengan tajam dan Chisty sangat-sangat tidak tahan
dengan kelakuan Resti.
“Ups, slow dong,” balas Resti dengan santainya
dan tersenyum licik.
“Hey! kenapa kalian
bertengkar?” sambung Pristi yg tiba-tiba datang dan memisahkan mereka.
“Dia duluan kak, aku
gak terima kalo dia bilang aku anak mami,” kata Christy yang menunjuk Resti dan
menatapnya dengan tajam.
“Sudah-sudah, ayo
kekelas masing-masing! gak denger bunyi bel apa?” suruh Pristi.
Christy membalikkan badan, begitu juga
Resti. Dan mereka kembali ke kelas masing-masing . Mereka belajar dan terdengar
bunyi bel istirahat . Christy bingung ingin melakukan kegiatan apa. Karena
sahabat yang selalu menemaninya sedang sakit sekarang dan ia tidak bisa
masuk sekolah hari ini. Dengan sekejap,
ia menemukan suatu tempat yang tidak terlalu buruk. Yaitu perpustakaan. Ia pun
dengan cepat melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
Sesampainya
diperpustakaan, ia mengambil salah satu buku di rak untuk menjadi bahan
bacaanya. Setelah mengambil buku, ia mencari tempat duduk yang nyaman yaitu di
dekat jendela. Ia sangat suka sekali membaca didekat jendela dengan kacanya
yang sedikit terbuka dan anginnya masuk dengan santai lalu mengenai wajahnya.
Baru
beberapa menit membaca, tiba-tiba ada sesorang yang duduk dimeja nya dan
menyapa “Hai Christy,” sapa Resti sambil melambaikan tangannya.
Christy
mengangkat wajahnya dan melihat Resti telah duduk didepannya. Christy tak
menjawab sepatah katapun dan ia melanjutkan membaca.
“Sombong
banget sih,” ucap Resti yang mengambil buku Christy lalu menutupnya dengan
kasar.
“Kamu
kenapa sih Res?” tanya Christy dengan heran.
“Aku?
Aku gak papa,” jawab Christy dengan santainya.
“Terus,
ngapa kamu ngambil buku ku?” tanya Christy lagi
“Oh,
buku ini?” Resti melihat cover depan
buku itu dan melemparnya dengan kasar ke muka Christy. “Tuh,” Resti membalikkan
badan dan pergi meninggalkan Christy.
Dengan
refleks Christy memejamkan matanya dan mencoba menghindar. Tetapi terlambat,
buku itu telah mendarat dimuka nya dan terjatuh ke lantai. Rasanya Christy
ingin sekali saat itu berlari ke arah Resti dan menjabak rambut hitam mengkilap
milik saudara perempuannya itu.
Christy
menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan lalu berkata “Salah
aku selama ini apa sih Res?” tanya Christy pada Resti yang tidak jauh dari
tempat ia berdiri dan pertanyaannya kedengaran seperti berbisik karena Christy
bertanya dengan hatinya yang paling dalam.
Resti
mendengar pertanyaan Christy dan membalikkan tubuhnya. “Kamu mau tau salah kamu
apa?” nada Resti seperti melecehkan. “Kayanya lo bego’ banget ya? sampe
kesalahan lo sendiri gak tau. Makanya! Jadi anak tuh, otaknya dipakai.” Resti
berbicara dengan keras dan kasar sambil menunjuk pelipis kanannya.
Tak
lama, bel berbunyi dengan nyaring. Christy dan Resti menoleh kearah suara bel.
Kemudian, Resti kembali menatap Christy dengan tajam, tersenyum pahit dan membalikkan
tubuhnya.
***
Christy
baru membuka pintu rumahnya. Suana dirumahnya siang ini sepi. Setelah setengah
hari menjalankan aktivitas yang setiap hari dilakukannya, yaitu sekolah, badan
Christy sudah kebal dengan pegal-pegal yang datang menghampirinya.
Christy
menyusuri ruangan-ruangan dan menuju kamarnya, tetapi.. ia seperti mendengar
seseorang menangis. Siapa itu? Christy memasang telinga dengan tajam berharap
ia mendengar suara siapa yang menangis dan dimana.
Semakin
ia melangkah, semakin terdengar dengan jelas tangisan itu. Lalu langkah Christy
berhenti didepan pintu. Yaitu pintu kamar Salsha. Kenapa salsha menangis?
Padahal ia selalu kelihatan ceria. Untuk memastikan tebakan dan menjawab
pertanyaannya, ia membuka pintu kamar salsha dan menghampirinya.
“Salsha..
kamu kenapa nangis?” tanya Christy yang tentu saja ikut merasakan kesedihan
Salsha, padahal ia tidak tahu masalahnya.
“Mama
kak.. Papa.” jawabnya lirih sambil nangis tersedu-sedu.
“Mama
sama Papa kenapa? Cerita yang jelas..” desak Christy. Padahal, ia sendiri tahu
kalau Salsha masih sukar berbicara.
“Mama
sama Papa tadi berantem. Dan, dan.. Mama minta cerai. Papah setuju.” Jawab
Salsha dan menangisnya pun tambah menjadi-jadi.
“Apa?”
mata Christy melebar tanda terkejut. Sungguh ia tidak percaya akan hal ini.
“Iya
kak..”
Christy
meraih tangan Salsha dan memeluknya. Christy pun ikut menangis. Ia berfikir,
secepat ini kah kebersamaan mereka? Apa semuanya harus berakhir dengan
perceraian seperti ini?
Tiba-tiba,
mereka dikejutkan dengan pintu yang terpelanting dengan keras. Kedua saudara
perempuan itu langsung menoleh ke arah pintu.
“Papa
sama Mama mau cerai?” suara Resti terdengar. “Bagus deh.. dengan begitu, gue
nggak akan bersaudara lagi sama anak mami.”
“Kakak..
kok ngomongnya gitu?” ucap Salsha.
“Biar.
Kakak udah muak sama anak itu.” balas Resti yang menunjuk Christy. lalu,
seperti tanpa dosa ia pergi ruangan tersebut.
***
Christy
masuk sekolah seperti biasa. Tetapi, kali ini penampilannya sungguh tidak
biasa. Ia terlihat berantakan. Rambutnya, dan matanya yang sembab.
Dan
sahabatnya, Chila sudah masuk sekolah dengan tubuh yang sehat dan wajah yang
ceria. Sangat bertolak belakang dengan Christy yang terlihat lesu.
“Chris,
mata kamu kok bengkak gitu kaya habis nangis? Nangisin aku yah?” ucap Chila
sambil tersenyum dengan lebar. Tetapi Christy tidak menanggapi teman
disampingnya itu. “Jangan nangisin aku dong. Aku pasti ada buat kamu kok.”
Senyum Chila bertambah lebar.
Sadar
bahwa Christy masih tak menanggapinya, senyum di bibir Chila memudar dan
menatap Christy. “Kamu ada masalah Chris? Cerita dong ke aku. Kamu kenapa?”
tanya Chila
Christy
menoleh ke arah Chila, memaksakan tersenyum walaupun itu sulit dan
menggelengkan kepala.
“Jangan
bohong Chris. Aku tahu kalau kamu lagi ada masalah. Cerita dong Chris, siapa
tahu aku bisa bantu.” Kata Chila
“Kamu
nggak bakal bisa bantu aku. Walaupun kamu berbuat apapun, keadaan ini gak akan
berubah!” ucap Christy dengan nada agak bergetar.
“Chris,
kamu kenapa sih? Kamu kok kaya gini?” tanya Chila yang heran dengan sikap
Christy. Baru kali ini ia melihat Christy seterpuruk ini.
“Ya,
sifat aku aslinya memang seperti ini! Kalau kamu gak tahan, kamu bisa pergi.”
jawabnya dengan ketus sekali.
Chila
pun pergi meninggalkan Christy yang matanya sudah berkaca-kaca.
***
“Hallo
Pah.. Kenapa?” tanya Christy setelah menerima telefon dari Papanya. Ia ditelfon
saat jam pelajaran berlangsung. Dan saat ini, ia sedang berada diruang ganti
sekolahan.
Papanya
menjawab pertanyaan lewat telefon barusan. Dan jawaban itu membuat seluruh
badan Christy kaku. Ia tak bisa berbicara apa-apa lagi. Dadanya sungguh terasa
sesak. Sudut-sudut matanya sudah memerah dan siap mengeluarkan air mata setelah
ia mendengar kalimat dari Papanya “Mama mu kecelakaan.”
Handphone
yang digenggam Christy jatuh secara perlahan setelah pemiliknya merasa tak
sanggup lagi memegang sesuatu. Christy sendiri langsung menutup mulutnya dengan
kedua tangan. Tak lama, ia langsung melesat pergi menuju rumah sakit yang
Papanya beritahu.
Setelah
sampai dirumah sakit dan sudah menanyakan kamar tempat Mamanya dirawat, ia
melihat Mamanya yang sedang tidur. Dan ada Papanya disamping Mamanya. Dan juga
ada Salsha yang sudah sampai duluan dirumah sakit. Tetapi, ada satu saudara
perempuannya lagi yang ia cari. Yaitu Resti. Kemana dia?
Melihat
Christy sudah datang, Papanya bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan
ruangan tersebut. Sekarang gantian Christy yang menemani Mamanya.
Ia
menatap Mamanya. Christy tahu, pasti Orang Tuanya masih saling mencintai.
Tetapi mengapa mereka putuskan untuk bercerai? Apa itu karena Christy dan Resti
yang tak pernah akur? Oh Tuhan! Kenapa banyak sekali pukulan-pukulan yang
datang menyakiti Christy? Kapan semua ini berakhir?
***
Christy
duduk di kursi tunggu tepat didepan kamar Mamanya. Menunduk sambil memegang
dahi dan sikut ditaruh diatas paha. Lalu memijat nya dengan pelan dan matanya
dipejamkan
Hari
ini sungguh hari yang berat baginya. Sudah ditinggal sahabat, Mama pun
kecelakaan.
Lalu,
Christy merasa ada sesorang berjalan didepannya kemudian duduk disampingnya.
Christy tidak menghiraukan hal tersebut. Mungkin orang itu juga menunggu
keluarganya yang sedang sakit.
Tak
lama, orang itu berbicara, “Maaf.”
Christy
mengenal suara itu. Pemilik suara itu adalah orang yang selalu membuatnya makan
hati. Yaitu Resti.
Christy
membuka mata dan menoleh kearah Resti. “Untuk apa?” tanya Christy. Ia tahu,
kata maaf dari Resti pasti untuknya.
“Sudah
membuat hari-hari kamu jadi berat.” Jawab Resti.
“Nggak
papa.” balas Christy dengan pelan.
“Kamu
masih bilang gak papa setelah semua kelakuanku ke kamu?”
“Ya.
Aku nggak papa.” Christy menyunggingkan seulas senyum dibibinya.
“Kamu
mau bersaudara dengan aku lagi?” tanya Resti.
Christy
terkejut. Lalu menatap Resti dalam-dalam. Apa ia tidak salah dengar? Resti
mengajaknya bersaudara?
Christy
kembali mengeluarkan airmata. Terharu akan ajakan Resti. Dan ia mengangguk lalu
memeluk Resti dengan erat. Tetapi, tiba-tiba Christy melepas pelukan itu.
“Rencana
macam apa ini? kamu mau mempermainkan aku lagi? Kenapa kamu tiba-tiba mau
bersaudara dengan aku?” tanya Christy dengan was-was.
Resti
tersenyum. “Aku nggak mempermainkan kamu.” ucap Resti menatap Christy.
Lama-lama, senyum diwajahnya memudar. “Aku.. mau bersaudara sama kamu karena,
aku tadi lihat Papa. Papa tadi kelihatan sedih dan terpukul sekali.”
Christy
kembali memeluk Resti. “Semuanya akan membaik. Apalagi kalau Papa dan Mama
mendengar kalau kita sudah akur. Kita harus selalu terlihat baik didepan Papa
dan Mama.”
Resti
pun hanya mengangguk.
***
Christy
membuka matanya. Sungguh terasa berat untuk membuka mata yang terpejam selama
kurang lebih enam jam. Karena ia tadi malam tidur hampir jam dua belas. Dan
sekarang sudah menunjukkan pukul 06.15.
Ia
melirik saudara perempuan yang tidur disampingnya. Ternyata Resti masih
tertidur pulas. Dan ia tidak melihat Salsha ada ditempat tidur Christy. Mungkin
saudara perempuannya yang selalu terlihat ceria itu sudah pindah karena merasa
kesempitan tidur bertiga dalam satu ranjang.
Tiba-tiba,
terlintas suatu ide jahil dipikiran Christy. Ia berniat membuat kejutan dihari
minggu ini. Ia pun mulai mengambil tali dan langsung melaksanakan aksinya.
***
Waktunya
sarapan...
“Kakak...
bangun! Mau sarapan nggak?” jerit Salsha dari depan pintu kamar Christy.
Sadar
bahwa ia sudah diteriaki dari tadi, Resti pun perlahan bangun dari tempat
tidur. Tetapi.. terasa ada yang tersangkut. Ah, rambutnya tersangkut! Ia
melirik rambut nya. Ternyata rambutnya sudah menyatu dengan tali yang diikat
dengan ujung tempat tidurnya.
Terdengar
pintu kamar terbuka dan Salsha melihat kakanya sedang kesulitan melepaskan
rambutnya dari tali yang terikat.
“Sha,
bantuin..” ucap Resti.
“Ya
ampun kak.. kok rambutnya bisa gitu?” Salsha agak terkejut dan langsung
membantu Resti.
Setelah
susah payah melepaskan rambut Resti dari tali, ia langsung pergi keruang makan
bersama Salsha.
“Nak,
rambut kamu..” Mama Resti bingung melihat rambut anaknya yang berantakan itu.
“Dia
tuh!” Resti menunjuk Christy yang sedang asik menyantap makanannya.
“Aku?”
Christy menunjuk dirinya sendiri. “Bukan! Jangan asal tuduh.” Ucap Christy yang
menggoyangkan tangannya untuk meyakinkan. Tetapi, wajahnya yang senyum-senyum
tidak bisa berbohong.
“Nggak mau ngaku ya? Oke..” Resti mendekati Christy.
Resti
pun menggelitik Christy dengan kasar. Christy pun merasa geli. Dan akhirnya
Christy mengaku.
THE
END Sang Surya telah lahir dari arah timur.
Cahaya menerangi segala sesuatu yang tertangkap olehnya dan menembus
celah-celah jendela kamar Christy. Dan tiba-tiba, “beep ... beep ... beeppp ...”
Alarm berbunyi dengan pelan, tetapi, semakin lama alarm itu terdengar panjang
dan keras. Sungguh mengganggu di telinga Christy.
“Aduuh, berisik. Ini
masih jam berapa coba,” ucap Christy yg masih setengah sadar sambil melihat jam
alarm, “Haah ? udah jam setengah 7 ? perasaan tadi malam aku pasang nya jam
setengah 6 geh. Pasti ini gara-gara Resti,” ucap Christy lagi yg keheranan dan setengah
marah.
Tiba-tiba, terdengar
gagang pintu Christy terayun dan pintunya terbuka secara kilat, “Aduh,
pagi-pagi udah marah, kakak belom mandi lagi, bau, ” ucap Adik Christy ,Salsha
yang hanya memunculkan kepalanya secara mendadak dari pintu. Sontak Christy
terkaget.
“Salsha, kamu apa’an
sih? masuk kok gak ketuk pintu dulu? sudah ah, kakak mau mandi. Bisa-bisa telat
nih gara-gara Resti,” gerutu Christy yg langsung bangun dari tempat tidur.
Setelah mandi, Christy
mengenakan baju yg sudah disiapkan di balik pintu kamarnya dan ia pun berlari
menuju halaman depan rumah.
“Pak, anterin Christy sekolah,
udah telat nih,” jerit Christy sambil berlari untuk masuk ke mobil hitam milik
Papa Christy.
“Iya.”
Sesampainya disekolah,
pintu gerbang hampir tertutup. Tetapi Christy masih bisa masuk.
“Aduh, anak Mami hampir
telat nih,” suara dari belakang Christy. Christy pun menoleh kebelakang.
“Huuuhhh, semua ini
gara-gara kamu Res. Kamu sengaja kan ubah jam alarm aku?” ucap Christy yang
marah. Matanya menatap Resti dengan tajam dan Chisty sangat-sangat tidak tahan
dengan kelakuan Resti.
“Ups, slow dong,” balas Resti dengan santainya
dan tersenyum licik.
“Hey! kenapa kalian
bertengkar?” sambung Pristi yg tiba-tiba datang dan memisahkan mereka.
“Dia duluan kak, aku
gak terima kalo dia bilang aku anak mami,” kata Christy yang menunjuk Resti dan
menatapnya dengan tajam.
“Sudah-sudah, ayo
kekelas masing-masing! gak denger bunyi bel apa?” suruh Pristi.
Christy membalikkan badan, begitu juga
Resti. Dan mereka kembali ke kelas masing-masing . Mereka belajar dan terdengar
bunyi bel istirahat . Christy bingung ingin melakukan kegiatan apa. Karena
sahabat yang selalu menemaninya sedang sakit sekarang dan ia tidak bisa
masuk sekolah hari ini. Dengan sekejap,
ia menemukan suatu tempat yang tidak terlalu buruk. Yaitu perpustakaan. Ia pun
dengan cepat melangkahkan kakinya menuju perpustakaan.
Sesampainya
diperpustakaan, ia mengambil salah satu buku di rak untuk menjadi bahan
bacaanya. Setelah mengambil buku, ia mencari tempat duduk yang nyaman yaitu di
dekat jendela. Ia sangat suka sekali membaca didekat jendela dengan kacanya
yang sedikit terbuka dan anginnya masuk dengan santai lalu mengenai wajahnya.
Baru
beberapa menit membaca, tiba-tiba ada sesorang yang duduk dimeja nya dan
menyapa “Hai Christy,” sapa Resti sambil melambaikan tangannya.
Christy
mengangkat wajahnya dan melihat Resti telah duduk didepannya. Christy tak
menjawab sepatah katapun dan ia melanjutkan membaca.
“Sombong
banget sih,” ucap Resti yang mengambil buku Christy lalu menutupnya dengan
kasar.
“Kamu
kenapa sih Res?” tanya Christy dengan heran.
“Aku?
Aku gak papa,” jawab Christy dengan santainya.
“Terus,
ngapa kamu ngambil buku ku?” tanya Christy lagi
“Oh,
buku ini?” Resti melihat cover depan
buku itu dan melemparnya dengan kasar ke muka Christy. “Tuh,” Resti membalikkan
badan dan pergi meninggalkan Christy.
Dengan
refleks Christy memejamkan matanya dan mencoba menghindar. Tetapi terlambat,
buku itu telah mendarat dimuka nya dan terjatuh ke lantai. Rasanya Christy
ingin sekali saat itu berlari ke arah Resti dan menjabak rambut hitam mengkilap
milik saudara perempuannya itu.
Christy
menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya secara perlahan lalu berkata “Salah
aku selama ini apa sih Res?” tanya Christy pada Resti yang tidak jauh dari
tempat ia berdiri dan pertanyaannya kedengaran seperti berbisik karena Christy
bertanya dengan hatinya yang paling dalam.
Resti
mendengar pertanyaan Christy dan membalikkan tubuhnya. “Kamu mau tau salah kamu
apa?” nada Resti seperti melecehkan. “Kayanya lo bego’ banget ya? sampe
kesalahan lo sendiri gak tau. Makanya! Jadi anak tuh, otaknya dipakai.” Resti
berbicara dengan keras dan kasar sambil menunjuk pelipis kanannya.
Tak
lama, bel berbunyi dengan nyaring. Christy dan Resti menoleh kearah suara bel.
Kemudian, Resti kembali menatap Christy dengan tajam, tersenyum pahit dan membalikkan
tubuhnya.
***
Christy
baru membuka pintu rumahnya. Suana dirumahnya siang ini sepi. Setelah setengah
hari menjalankan aktivitas yang setiap hari dilakukannya, yaitu sekolah, badan
Christy sudah kebal dengan pegal-pegal yang datang menghampirinya.
Christy
menyusuri ruangan-ruangan dan menuju kamarnya, tetapi.. ia seperti mendengar
seseorang menangis. Siapa itu? Christy memasang telinga dengan tajam berharap
ia mendengar suara siapa yang menangis dan dimana.
Semakin
ia melangkah, semakin terdengar dengan jelas tangisan itu. Lalu langkah Christy
berhenti didepan pintu. Yaitu pintu kamar Salsha. Kenapa salsha menangis?
Padahal ia selalu kelihatan ceria. Untuk memastikan tebakan dan menjawab
pertanyaannya, ia membuka pintu kamar salsha dan menghampirinya.
“Salsha..
kamu kenapa nangis?” tanya Christy yang tentu saja ikut merasakan kesedihan
Salsha, padahal ia tidak tahu masalahnya.
“Mama
kak.. Papa.” jawabnya lirih sambil nangis tersedu-sedu.
“Mama
sama Papa kenapa? Cerita yang jelas..” desak Christy. Padahal, ia sendiri tahu
kalau Salsha masih sukar berbicara.
“Mama
sama Papa tadi berantem. Dan, dan.. Mama minta cerai. Papah setuju.” Jawab
Salsha dan menangisnya pun tambah menjadi-jadi.
“Apa?”
mata Christy melebar tanda terkejut. Sungguh ia tidak percaya akan hal ini.
“Iya
kak..”
Christy
meraih tangan Salsha dan memeluknya. Christy pun ikut menangis. Ia berfikir,
secepat ini kah kebersamaan mereka? Apa semuanya harus berakhir dengan
perceraian seperti ini?
Tiba-tiba,
mereka dikejutkan dengan pintu yang terpelanting dengan keras. Kedua saudara
perempuan itu langsung menoleh ke arah pintu.
“Papa
sama Mama mau cerai?” suara Resti terdengar. “Bagus deh.. dengan begitu, gue
nggak akan bersaudara lagi sama anak mami.”
“Kakak..
kok ngomongnya gitu?” ucap Salsha.
“Biar.
Kakak udah muak sama anak itu.” balas Resti yang menunjuk Christy. lalu,
seperti tanpa dosa ia pergi ruangan tersebut.
***
Christy
masuk sekolah seperti biasa. Tetapi, kali ini penampilannya sungguh tidak
biasa. Ia terlihat berantakan. Rambutnya, dan matanya yang sembab.
Dan
sahabatnya, Chila sudah masuk sekolah dengan tubuh yang sehat dan wajah yang
ceria. Sangat bertolak belakang dengan Christy yang terlihat lesu.
“Chris,
mata kamu kok bengkak gitu kaya habis nangis? Nangisin aku yah?” ucap Chila
sambil tersenyum dengan lebar. Tetapi Christy tidak menanggapi teman
disampingnya itu. “Jangan nangisin aku dong. Aku pasti ada buat kamu kok.”
Senyum Chila bertambah lebar.
Sadar
bahwa Christy masih tak menanggapinya, senyum di bibir Chila memudar dan
menatap Christy. “Kamu ada masalah Chris? Cerita dong ke aku. Kamu kenapa?”
tanya Chila
Christy
menoleh ke arah Chila, memaksakan tersenyum walaupun itu sulit dan
menggelengkan kepala.
“Jangan
bohong Chris. Aku tahu kalau kamu lagi ada masalah. Cerita dong Chris, siapa
tahu aku bisa bantu.” Kata Chila
“Kamu
nggak bakal bisa bantu aku. Walaupun kamu berbuat apapun, keadaan ini gak akan
berubah!” ucap Christy dengan nada agak bergetar.
“Chris,
kamu kenapa sih? Kamu kok kaya gini?” tanya Chila yang heran dengan sikap
Christy. Baru kali ini ia melihat Christy seterpuruk ini.
“Ya,
sifat aku aslinya memang seperti ini! Kalau kamu gak tahan, kamu bisa pergi.”
jawabnya dengan ketus sekali.
Chila
pun pergi meninggalkan Christy yang matanya sudah berkaca-kaca.
***
“Hallo
Pah.. Kenapa?” tanya Christy setelah menerima telefon dari Papanya. Ia ditelfon
saat jam pelajaran berlangsung. Dan saat ini, ia sedang berada diruang ganti
sekolahan.
Papanya
menjawab pertanyaan lewat telefon barusan. Dan jawaban itu membuat seluruh
badan Christy kaku. Ia tak bisa berbicara apa-apa lagi. Dadanya sungguh terasa
sesak. Sudut-sudut matanya sudah memerah dan siap mengeluarkan air mata setelah
ia mendengar kalimat dari Papanya “Mama mu kecelakaan.”
Handphone
yang digenggam Christy jatuh secara perlahan setelah pemiliknya merasa tak
sanggup lagi memegang sesuatu. Christy sendiri langsung menutup mulutnya dengan
kedua tangan. Tak lama, ia langsung melesat pergi menuju rumah sakit yang
Papanya beritahu.
Setelah
sampai dirumah sakit dan sudah menanyakan kamar tempat Mamanya dirawat, ia
melihat Mamanya yang sedang tidur. Dan ada Papanya disamping Mamanya. Dan juga
ada Salsha yang sudah sampai duluan dirumah sakit. Tetapi, ada satu saudara
perempuannya lagi yang ia cari. Yaitu Resti. Kemana dia?
Melihat
Christy sudah datang, Papanya bangkit dari tempat duduk dan pergi meninggalkan
ruangan tersebut. Sekarang gantian Christy yang menemani Mamanya.
Ia
menatap Mamanya. Christy tahu, pasti Orang Tuanya masih saling mencintai.
Tetapi mengapa mereka putuskan untuk bercerai? Apa itu karena Christy dan Resti
yang tak pernah akur? Oh Tuhan! Kenapa banyak sekali pukulan-pukulan yang
datang menyakiti Christy? Kapan semua ini berakhir?
***
Christy
duduk di kursi tunggu tepat didepan kamar Mamanya. Menunduk sambil memegang
dahi dan sikut ditaruh diatas paha. Lalu memijat nya dengan pelan dan matanya
dipejamkan
Hari
ini sungguh hari yang berat baginya. Sudah ditinggal sahabat, Mama pun
kecelakaan.
Lalu,
Christy merasa ada sesorang berjalan didepannya kemudian duduk disampingnya.
Christy tidak menghiraukan hal tersebut. Mungkin orang itu juga menunggu
keluarganya yang sedang sakit.
Tak
lama, orang itu berbicara, “Maaf.”
Christy
mengenal suara itu. Pemilik suara itu adalah orang yang selalu membuatnya makan
hati. Yaitu Resti.
Christy
membuka mata dan menoleh kearah Resti. “Untuk apa?” tanya Christy. Ia tahu,
kata maaf dari Resti pasti untuknya.
“Sudah
membuat hari-hari kamu jadi berat.” Jawab Resti.
“Nggak
papa.” balas Christy dengan pelan.
“Kamu
masih bilang gak papa setelah semua kelakuanku ke kamu?”
“Ya.
Aku nggak papa.” Christy menyunggingkan seulas senyum dibibinya.
“Kamu
mau bersaudara dengan aku lagi?” tanya Resti.
Christy
terkejut. Lalu menatap Resti dalam-dalam. Apa ia tidak salah dengar? Resti
mengajaknya bersaudara?
Christy
kembali mengeluarkan airmata. Terharu akan ajakan Resti. Dan ia mengangguk lalu
memeluk Resti dengan erat. Tetapi, tiba-tiba Christy melepas pelukan itu.
“Rencana
macam apa ini? kamu mau mempermainkan aku lagi? Kenapa kamu tiba-tiba mau
bersaudara dengan aku?” tanya Christy dengan was-was.
Resti
tersenyum. “Aku nggak mempermainkan kamu.” ucap Resti menatap Christy.
Lama-lama, senyum diwajahnya memudar. “Aku.. mau bersaudara sama kamu karena,
aku tadi lihat Papa. Papa tadi kelihatan sedih dan terpukul sekali.”
Christy
kembali memeluk Resti. “Semuanya akan membaik. Apalagi kalau Papa dan Mama
mendengar kalau kita sudah akur. Kita harus selalu terlihat baik didepan Papa
dan Mama.”
Resti
pun hanya mengangguk.
***
Christy
membuka matanya. Sungguh terasa berat untuk membuka mata yang terpejam selama
kurang lebih enam jam. Karena ia tadi malam tidur hampir jam dua belas. Dan
sekarang sudah menunjukkan pukul 06.15.
Ia
melirik saudara perempuan yang tidur disampingnya. Ternyata Resti masih
tertidur pulas. Dan ia tidak melihat Salsha ada ditempat tidur Christy. Mungkin
saudara perempuannya yang selalu terlihat ceria itu sudah pindah karena merasa
kesempitan tidur bertiga dalam satu ranjang.
Tiba-tiba,
terlintas suatu ide jahil dipikiran Christy. Ia berniat membuat kejutan dihari
minggu ini. Ia pun mulai mengambil tali dan langsung melaksanakan aksinya.
***
Waktunya
sarapan...
“Kakak...
bangun! Mau sarapan nggak?” jerit Salsha dari depan pintu kamar Christy.
Sadar
bahwa ia sudah diteriaki dari tadi, Resti pun perlahan bangun dari tempat
tidur. Tetapi.. terasa ada yang tersangkut. Ah, rambutnya tersangkut! Ia
melirik rambut nya. Ternyata rambutnya sudah menyatu dengan tali yang diikat
dengan ujung tempat tidurnya.
Terdengar
pintu kamar terbuka dan Salsha melihat kakanya sedang kesulitan melepaskan
rambutnya dari tali yang terikat.
“Sha,
bantuin..” ucap Resti.
“Ya
ampun kak.. kok rambutnya bisa gitu?” Salsha agak terkejut dan langsung
membantu Resti.
Setelah
susah payah melepaskan rambut Resti dari tali, ia langsung pergi keruang makan
bersama Salsha.
“Nak,
rambut kamu..” Mama Resti bingung melihat rambut anaknya yang berantakan itu.
“Dia
tuh!” Resti menunjuk Christy yang sedang asik menyantap makanannya.
“Aku?”
Christy menunjuk dirinya sendiri. “Bukan! Jangan asal tuduh.” Ucap Christy yang
menggoyangkan tangannya untuk meyakinkan. Tetapi, wajahnya yang senyum-senyum
tidak bisa berbohong.
“Nggak mau ngaku ya? Oke..” Resti mendekati Christy.
Resti
pun menggelitik Christy dengan kasar. Christy pun merasa geli. Dan akhirnya
Christy mengaku.
THE
END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar